Hikmah puasa terangkum dalam firman Allah SWT: "Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah [2]: 183).
Dalam ayat ini, Allah SWT tidak berfirman dengan menggunakan redaksi:
“Agar kamu sekalian menderita”, atau “sehat”, atau “bersahaja (hemat)”.
Akan tetapi Allah SWT berfirman dengan menggunakan redaksi, agar kamu
sekalian bertakwa. Dengan demikian, ayat tersebut dapat kita pahami
bahwa Allah SWT menjadikan puasa sebagai ujian ruhani (spiritual) dan
moral, dan sebagai media (sarana) untuk mencapai sifat dan derajat
orang-orang yang bertakwa. Allah SWT menjadikan pula takwa sebagai
tujuan utama dari pengalaman ibadah puasa tersebut.
Ibnu Mas’ud ra. merumuskan sebuah kaidah dalam memahami ayat
Al-Qur’an yang diawali dengan seruan, Hai orang-orang yang beriman,
“Jika kalian mendengar atau membaca ayat Al-Qur’an yang diawali dengan
seruan, hai orang-orang yang beriman, maka perhatikanlah dengan saksama,
karena setelah seruan itu tidak lain adalah sebuah kebaikan yang Allah
perintahkan, atau sebuah keburukan yang Allah larang.”
Al-Ghazali pun telah menguraikan hikmah puasa ini dalam kitab
monumentalnya, Ihya 'Ulum Ad-Din. Ia berkata: “Tujuan puasa adalah agar
kita berakhlak dengan akhlak Allah SWT, dan meneladani perilaku malaikat
dalam hal menahan diri dari hawa nafsu, sesungguhnya malaikat bersih
dari hawa nafsu. Manusia adalah makhluk yang memiliki kedudukan
(derajat) di atas binatang karena dengan cahaya akal pikirannya ia mampu
mengalahkan hawa nafsunya, dan di bawah derajat malaikat karena manusia
diliputi hawa nafsu. Manusia diuji dengan melakukan mujahadah terhadap
hawa nafsunya. Jika ia terbuai oleh hawa nafsunya, ia jatuh ke dalam
derajat yang paling rendah, masuk dalam perilaku binatang. Dan Jika ia
dapat menundukkan (mengekang) hawa nafsunya, ia naik ke derajat yang
paling tinggi dan masuk dalam tingkatan malaikat.”
Ibnu Al-Qayim menambahkan hikmah puasa ini dengan menjelaskan secara
terperinci: “Tujuan puasa adalah mengekang diri dari hawa nafsu dan
menundukkannya, mendapatkan kesenangan dan kenikmatan hakiki serta
kehidupan yang suci dan abadi, turut merasakan lapar dan dahaga yang
teramat sangat agar peka terhadap rasa lapar kaum fakir miskin,
mempersempit jalan setan dengan mempersempit jalur makan dan minum,
mengontrol kekuatan tubuh yang begitu liar karena pengaruh tabiat
sehingga membahayakan kehidupan dunia dan akhirat, menenangkan
masing-masing organ dan setiap kekuatan dari keliarannya, dan
menali-kendalinya. Sebab puasa merupakan tali kendali dan perisai bagi
orang-orang yang bertakwa serta training (penggemblengan) diri bagi
orang-orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT.”
Selanjutnya, Ibnu Al-Qayim menambahkan penjelasannya tentang rahasia
dan tujuan puasa dengan gaya bahasanya yang khas: “Puasa memiliki
pengaruh dan potensi kekuatan yang luar biasa dalam memelihara anggota
badan dari memakan barang yang merusak kesehatan. Puasa memelihara
kesehatan jiwa dan raga, dan mengembalikan kepadanya apa yang telah
dirampas oleh kekuatan hawa nafsunya. Puasa adalah media yang paling
baik untuk membantu mencapai derajat takwa.”
Syaikh Ahmad Musthafa Al-Maraghi dalam tafsir Al-Maraghi mengatakan,
ada beberapa sisi puasa yang dapat mengantarkan manusia meraih gelar
muttaqin.
Pertama, puasa membiasakan seseorang takut kepada Allah SWT,
karena orang yang sedang berpuasa tidak ada yang mengontrol dan melihat
kecuali Allah SWT.
Kedua, puasa mampu menghancurkan tajamnya syahwat dan
mengendalikan nafsu, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: Wahai para
pemuda, barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah.
Sesungguhnya nikah itu bisa menahan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan
barangsiapa yang tidak mampu, hendaklah berpuasa, karena puasa
sesungguhnya dapat mengendalikan syahwat.
Ketiga, puasa membiasakan seseorang berkasih sayang.
Membiasakan untuk selalu berkurban dan bersedekah. Di saat ia melihat
orang lain serbakekurangan, tersentuhlah hatinya untuk berbagi
kepadanya.
Keempat, puasa membiasakan keteraturan hidup, yaitu orang
yang berpuasa akan berbuka pada waktu yang sama, dan tidak ada yang
lebih dulu karena kehormatan, harta, atau jabatan, misalnya.
Kelima, adanya persamaan antara yang miskin dan kaya, antara penguasa dan biasa, tidak ada perbedaan dalam melaksanakan kewajiban agama.
Keenam, puasa dapat menghancurkan sisa-sisa makanan yang
mengendap dalam tubuh, terutama pada orang yang mempunyai kebiasaan
makan dan sedikit kegiatan.
Ketujuh, puasa dapat membersihkan jiwa, karena puasa
hakikatnya memutus dominasi syahwat. Syahwat bisa kuat dengan makan dan
minum, dan setan selalu datang melalui pintu-pintu syahwat. Dengan
berpuasa, syahwat dapat dipersempit geraknya.
Kedelapan, puasa membentuk manusia baru, Rasulullah SAW
bersabda: Barangsiapa berpuasa dengan niat mencari pahala dari Allah
SWT, maka ia keluar dari bulan Ramadhan sebagaimana bayi yang baru
lahir.
Mudah-mudahan Ramadhan kali ini akan mengantarkan menjadi hamba-hamba-Nya yang muttaqin. Amin.